Posts

Showing posts from December, 2015

Jalan Hidupku

Image
Ku pandangi langit sore ini. Terasa kelam dan redup, meski sebenarnya hari ini cerah. Namun hati yang risau ini membuatku merasa kelam. Aku duduk di depan rumah yang hanya berdinding kardus-kardus bekas. “Sampai kapan aku terus begini? Huft… Aku ingin sekolah,” ucapku dalam hati sambil melamun. “Dion, kamu nggak ngaji, Nak?” Tanya Ibu yang keluar dari pintu rumah. “Nggak, Bu. Dion lagi malas,” jawabku singkat. Ibu menyandingku duduk di atas kursi panjang. Dan memberiku nasehat, agar aku tetap semangat dalam segala hal. “Lho, nggak boleh gitu donk. Memangnya kamu tidak ingin jadi orang sukses? Kamu ingin jadi dokter, kan? Ayo donk semangat, Dion nggak boleh malas ngaji yach. Siapa tahu kamu bisa jadi penerusnya Ustadz Falah (guru ngajiku),” tutur Ibu sambil mengelus rambutku. “Bagaimana Dion bisa jadi dokter kalau Dion nggak sekolah? Dion ingin sekolah, Bu…” jawabku cetus. Ibu hanya diam dan menundukkan kepala. Mukanya terlihat gelisah dan sedih. “Sabar ya, Nak. Bapak dan Ibu akan beru

Elevator Rusak

Image
Anda ingin lebih kreatif dan tampil impresif? Salah satu caranya, tunjukkan ucapan orang besar sebagai omong kosong. Kalau tak bisa melakukannya sendiri, gunakan pendapat orang besar yang lain untuk menihilkan pendapat orang besar pertama tadi. Dengan cara itu, Anda mendapatkan keduanya. Gara-gara menunggangi gajah, singa pun tak akan mengusik Anda. Itulah dahsyatnya mbonceng orang besar. Tiba-tiba saja, Anda jadi ikut diperhitungkan sebagai besar. Lebih dahsyat lagi bila Anda bisa menunjukkan orang besar itu tidak terlalu besar-besar amat, dengan menyanggah ucapan atau pandangannya, misalnya. Mungkin karena itu, ada kenikmatan tertentu ketika kita melakukan pembangkangan terhadap orang besar. Apalagi kalau pembangkangan itu “rasional”, “nothing personal”, dan punya dasar kebenaran yang amat kuat. Mari kita lihat contoh penerapan prinsip ini, dengan menunggangi Gajah Joe untuk menganulir pendapat Gajah Alexander. Alkisah, setelah menaklukkan Persia, Alexander Agung, Jenderal Macedo

Sikapku Untuk Bangsaku (Part 2)

Image
Kini setelah mendapat pesetujuan dari keluarga. Ryan sekarang tercatat sebagai salah satu mahasiswa di universitas negeri terbaik di Jakarta Fakultas Hukum. Sejak dulu Ryan memang sudah memimpikan untuk bisa menyandang gelar sarjana hukum, sama seperti sahabatnya Arif yang sekarang juga mengambil jurusan hukum. Bedanya adalah Arif berada di bawah naungan salah satu Universitas terbaik di Inggris. Meskipun sekarang mereka terpisah oleh jarak yang cukup jauh, namun intensitas komunikasi mereka tetap berjalan terus. Maklumlah, kedua orang ini memang sudah begitu dekat sejak kecil. Namun kali ini mereka harus terpisah sejenak untuk mimpi mereka masing-masing. Setiap hari, Ryan menjalani rutinitas perkuliahan yang begitu padat. Panas Ibukota yang selalu sama dan tak bisa diajak kompromi itu, serta macetnya jalan tak membuat Ryan untuk mengeluh mengendarai sepeda motornya menuju kampus. Kali ini dia berangkat berboncengan dengan salah satu kerabat kelasnya Adit. Anak muda seperti Ryan dan A

Darimana Kebahagian Itu Sebenarnya?

Image
John C Maxwell suatu ketika pernah didapuk menjadi seorang pembicara di sebuah seminar bersama istrinya. Ia dan istrinya, Margaret, diminta menjadi pembicara pada beberapa sesi secara terpisah. Ketika Maxwell sedang menjadi pembicara, istrinya selalu duduk di barisan terdepan dan mendengarkan seminar suaminya. Sebaliknya, ketika Margaret sedang menjadi pembicara di salah satu sesi, suaminya selalu menemaninya dari bangku paling depan. Ceritanya, suatu ketika sang istri, Margaret, sedang menjadi pembicara di salah satu sesi seminar tentang kebahagiaan. Seperti biasa, Maxwell duduk di bangku paling depan dan mendengarkan. Dan di akhir sesi, semua pengunjung bertepuk tangan. Yang namanya seminar selalu ada interaksi dua arah dari peserta seminar juga kan? (Kalau satu arah mah namanya khotbah :) Di sesi tanya jawab itu, setelah beberapa pertanyaan, seorang ibu mengacungkan tangannya untuk bertanya. Ketika diberikan kesempatan, pertanyaan ibu itu seperti

Si Dogol

Image
Dogol adalah anak semata wayang dari pasangan ibu tuti yang hanya sebagai ibu rumah tangga dan bapak rahmat hanya seorang petani. sebenar nya dia adalah anak yang pandai hanya saja dia malas, pak rahmat berusaha bersusah payah untuk membiayakan anak nya agar dapat bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi, namun si dogol hanya memilih untuk putus di jenjang SMK saja. Si dogol selalu disuruh oleh ayah nya untuk bergegas mencari kerja karena hanya luntang lantung tidak jelas di rumah nya hanya hal itu yang ia lakukan di setiap hari nya, si ayah nya pun mulai bosan untuk menasehati dogol karena tak kunjung juga sadar untuk mencari kerja. “dogol coba dong kamu cari kerja nak untuk mebantu ayah agar tidak terlalu berat untuk membeli biaya makan setiap hari nya apalagi ayah kan udah tua nak” suruh sang ayah, “ah males lah pak mending dogol tidur dogol capek pak kalo dogol harus kerja, sekolah aja capek pak apalagi kerja” jawab dogol dengan nada tinggi, dogol pun bergegas untuk menuju kasur t

Menghidupkan Patriotisme

Image
21 November 2005 – 06:34    (Andrie Wongso)   Diposting oleh: Editor (Rate: 7.50 / 2 votes) Dari satu episode sejarah hidup Sun Tzu, selain soal strategi perang, ada dua hal yang perlu kita garis bawahi. Pertama soal patriotisme atau kecintaan terhadap rakyat dan negara, dan kedua tentang pengorbanan. Dalam episode sejarah tersebut, dikisahkah tentang patriotisme yang tergambar dari pembelaan Raja Si terhadap nasib rakyat dan negerinya. Raja Si memang lemah, ceroboh, dan ini cacat bagi seorang pemimpin negara. Tapi kemuliaan yang dipertontonkan Raja Si adalah pembelaannya atas nasib rakyatnya di atas kepentingan keluarga dan pribadi. Dia rela mengorbankan kedua puteranya. Jika negara ingin eksis, kecintaan terhadap rakyat dan pengorbanan besar saja tidaklah cukup jika strateginya salah. Sementara Sun Tzu sebagai Panglima Perang menunjukkan kualitas integritasnya yang luar biasa. Berbeda dengan Raja Si yang berkorban sebagai akibat dari kecerobohannya, Sun Tzu berkorban demi strategi

Arsitektur Surga

Image
Anda ingin lebih kreatif dan tampil impresif? Berpikirlah nyleneh, maka Anda akan mendapat keduanya. Kedahsyatan berpikir nyleneh terletak pada daya kejutnya. Setelah itu, tergantung mau diteruskan ke mana dan seperti apa. Ada yang menggelutinya dengan serius dan mendapatkan kebijaksanaan karenanya. Tapi, ada pula yang hanya terperangkap pada kenylenehan itu dan tak mendapat apa-apa. Berpikir nyleneh ini bisa kita terapkan di bidang apa pun, tapi paling mudah kita lakukan terhadap hal-hal yang terkait dengan agama. Kenapa? Karena di sana memang ada banyak hal yang aneh. Kerena keanehannya itu, kalau kita menggunakan akal sehat kita, dengan mudah kita menemukan suatu ketidak-masuk-akalan dalam suatu praktik keagamaan. Kalau kita tunjukkan keanehan itu, muncul konsekuensi tertentu. Pertama, orang terprovokasi untuk berefleksi dengan lebih serius terhadap praktek yang selama ini dijalani, dan menjadi lebih bijak serta mendalam karenanya. Kedua, orang akan tetap pada kebiasaan mereka da

Wiro Sableng #100 : Dendam Dalam Titisan

Image
WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito Episode : TUA GILA DARI ANDALAS SATU Ucapan orang berpakaian dan bercadar kuning untuk beberapa lamanya mengiang di telinga Bidadari Angin Timur. Hatinya diharu biru oleh berbagai perasaan. "Tidak ada yang paling bahagia di dunia ini selain menolong orang yang kita cintai...." "Aku memang mencintai dirinya sepenuh dan setulus hati. Namun kalau kasihnya bukan untuk diriku? Kusaksikan dengan mata kepala sendiri dia bercinta dengan Ratu Duyung di tepi telaga. Apakah hati ini masih mau untuk menolong? Jika kemudian hari hanya memberi jalan dia diambil oleh gadis lain....?" Orang bercadar di samping Bidadari Angin Timur yang tadinya siap bergerak kini berpaling heran campur jengkel. "Gadis berambut pirang! Apa lagi yang membuatmu bimbang?! Aku sudah siap bergerak. Kalau kau ingin orang yang kau cintai selamat dan jika tidak mau melihat rimba persilatan ditimpa malapetaka besar lebih baik

Wiro Sableng #180 : Sesajen Atap Langit

Image
WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito Episode : MALAM JAHANAM DI MATARAM TIGA MAHLUK BERBENTUK KELELAWAR RAKSASA MENGUIK KERAS. MEREKA MENUKIK KE BAWAH DAN LENYAP DI BALIK KABUT YANG MULAI MUNCUL MENUTUPI KAWASAN PUNCAK GUNUNG SEMERU, SESAAT KEMUDIAN TERDENGAR SUARA PENGUASA ATAP LANGIT."SINUHUN MERAH PENGHISAP ARWAH, TERAKHIR KALI KAU DATANG KAU MEMBAWA SESAJEN ATAP LANGIT BERUPA DELAPAN JANTUNG BAYI LELAKI. KATAKAN PADAKU, KALI INI SESAJEN ATAP LANGIT APA YANG KAU BAWA UNTUK DELAPAN ANAK KUCING JANTAN MERAH SAKTI PELIHARAAN DIRGA PURANA!" "PENGUASA ATAP LANGIT, SESAJEN YANG KUBAWA KALI INI ADALAH SUMSUM DELAPAN BAYI LELAKI YANG TELAH DICAIRKAN MENJADI SUSU." SATUDI RUANG Segi Tiga Mayat yang terletak di dalam tanah di bawah Candi Plaosan Lor, Empu Semirang Biru mendadak saja dilanda kekawatiran. Di atas atap suara ngeongan delapan anak kucing merah semakin keras. Ruangan segi tiga bergetar keras. Delapan Sukma Merah bukan a

Lorong Gelap

Image
Seorang lelaki berjalan menyusuri deretan pertokoan di tepi jalan. Tampaknya ia berusia sekitar 25 tahun bila diperhatikan dari kulit wajahnya yang mulai kasar, dan jejak kumis yang dicukur seadanya. Ia datang dari tempat yang jauh dan sepertinya ia tak berhenti, meski hanya untuk mandi atau membersihkan wajahnya. Rambut hitamnya tampak kusam oleh debu dan sinar matahari, dan keringat membasahi kaos biru yang membalut tubuhnya yang kurus. Matahari tak terlalu panas hari itu, meski langit tampak begitu jernih. Tak bisa ku bayangkan alasan ia hanya mengenakan baju kaos dalam perjalanan yang cukup jauh. Lelaki itu terlalu sederhana bahkan lebih menyerupai seorang gembel yang kebingungan mencari tempat berteduh dengan rasa cemas agar tak di usir oleh orang-orang yang memandangnya dengan tatapan risih bahkan tak jarang penuh benci. Ia semakin mendekat, namun satu hal yang sangat menarik perhatianku adalah sorot matanya. Ia memancarkan keteguhan dan kesungguhan dan ketenangan yang membingun

Sunset Indrayanti

Image
Jingga mulai tampak menggelayut pada langit sore itu. Pantai semakin ramai pengunjung. Banyak muda-mudi maupun bapak-ibu yang datang. Mereka ingin menyaksikan sekaligus mengabadikan sunset, terlihat sibuk menyiapkan kamera dan mencari posisi terbaik untuk mengabadikan momen itu: sunset Indrayanti. Indrayanti sebuah pantai di sebelah selatan Pulau Jawa yang tidak jauh dari tempat tinggalku. Pesona pasir putih dan pemandangan menakjubkan dari atas tebing menjadi daya tarik tersendiri untuk pantai ini. Jadi, tidak heran kalau Indrayanti selalu ramai, banyak pengunjung. Bagiku, Indrayanti memiliki pesona lain. Bukan hanya keindahan. Aku juga menemukan ketenangan. Ah, tapi mungkin bukan ketenangan. Aku tak tahu namanya. Yang pasti, ada perasaan lega menghabiskan waktu di sana saat penat, lelah atau bosan. Bermain butiran pasir putih di bibir pantai dan membiarkan angin menampar-nampar pipi sesuka mereka. Di lain waktu, aku akan melepaskan pandangan ke sekitar pantai, mengamati setiap gerak

Pohon Tua

Image
Suatu ketika, di sebuah padang, tersebutlah sebatang pohon rindang. Dahannya rimbun dengan dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu, tampak gagah di banding dengan pohon-pohon lain di sekitarnya. Pohon itupun, menjadi tempat hidup bagi beberapa burung disana. Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang-batangnya. Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami telur-telur mereka dalam kebesaran pohon itu. Pohon itupun merasa senang, mendapatkan teman, saat mengisi hari-harinya yang panjang. Orang-orang pun bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah, dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering duduk, dan membuka bekal makan, di bawah naungan dahan-dahan. "Pohon yang sangat berguna," begitu ujar mereka setiap selesai berteduh. Lagi-lagi, sang pohon pun bangga mendengar perkataan tadi. Namun, waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit-sakitan. Daun-d